![]() |
Mushaf Al-Qur'an Kuno, Koleksi Tarmizi A.Hamid |
Oleh : Tarmizi Abdul Hamid
Tinta ulama niscaya ditimbang sebagaimana layaknya darah para syuhada, goresan pena mereka ibarat mata air yang tak pernah kering, pelita yang takkan pernah padam. Hasil karya mereka merupakan ilmu bagi penerang cahaya bumi ini dan kebijaksanaan yang senantiasa menerangi kehidupan kendati roda masa terus akan berputar.
Aceh, yang dalam historinya terkenal sebagai sebuah sentral kebudayaan dan peradaban islam terkemuka, tidak sedikit melahirkan ulama-ulama yang namanya melambung tinggi kesentero dunia yang telah menghasilkan beragam karya tulis menulis. Buah pena mereka memperoleh apresiasi yang lambung diberbagai Negara didunia ini walau telah berabad abad lamanya, ternyata leluhur intelektual islam ini masih juga dkenang sepanjang masa. Dalam tulisan bagian pertama ini akan kita coba wariskan bidang yang paling menonjol dilirik oleh para pakar sejarah dunia yaitu penulisan Mushaf Al-Qur'an. Aceh tidak diragukan lagi oleh para pakar keilmuan islam didunia, dimana semenjak abad ke 13 proses awal penulisan Mushaf Al-Qur'an dimulai dari Negeri Pasee (Aceh Utara sekarang) dan tradisi itupun menjadi puncak islamisasi keseluruh kerajaan-kerajaan kecil di Aceh. Tradisi kental ini bukan hanya kepada Mushaf Al-Qur'an saja, akan tetapi seluruh bidang aspek keilmuan baik isi kandungan Al-Qur'an ditafsirkan kedalam kitab yang lain, maupun penulisan naskah-naskah agama lainnya. Walaupun para intelektual kita sekarang yang tersebar disemua perguruan Tinggi di Aceh telah mengetahui hal ini dari semua referensi dari pakar sejarah tentang Aceh, tidak salah kalau tulisan ini mengingatkan kita kembali bahwa Aceh menyimpan juga para pakar-pakar penulis handal dari leluhur Aceh masa-masa silam. Aceh membuktikan diri bangsa yang bukan cilet cilet dari bidang apapun telah ditunjukkan dimasa-masa kejayaannya pada era Kerajaanya.
Urusan tulis menulis di Asia Tenggara pada masa lalu Aceh empunya, dimana hal ini masih banyak kita jumpai bukti otentik sekarang ini banyaknya naskah kuno (manuskript) salah satu Mushaf Al Qur'an dan batu Nisan yang dituliskan dengan tangan oleh cendikiawan masa gemilang tersebut.
Berdasarkan peninggalan yang dijadikan oleh Pemerintah sebagai cagar budaya tersebut maka Aceh dapat memastikan diri bahwa indatunya orang-orang yang sangat Sufi dan mencintai keilmuan dibidang apapun.
Penyalinan kembali Mushaf Al-Qur'an pada masa itu adalah sebagai kebutuhan keilmuan islam yang sangat mendasar di Negeri Aceh disamping juga sebagai kewajiban dan hobbi tulis menulis juga sebagai alat media penyebaran kenegeri lain untuk sebagai syiar Islam yang membahana yang secara besar besaran aksi ini dilakukan oleh para kaum pakar terutama ulama-ulama yang telah dipilih oleh orang-orang Kerajaan Islam di Aceh Dar' Salam. Pada tradisi penyalinan Mushaf Al-Qur'an Aceh ini dapat ditandai di Mushaf dimana ciri status yang terhias dengan berbagai macam ragam hias dan motif-motif ukiran yang sangat indah (iluminasi) ini bertanda bahwa mushaf tersebut adalah order (pesanan) dari Istana, sedangkan mushaf Al-Qur'an yang tidak ada ragam hias, dan juga ukuran yang berbeda juga, ini disebarkan ke masyarakat Islam dan Zawiyah (Dayah).
Mushaf Al-Qur'an Aceh ini merupakan warisan karya tulisan tangan (manuskript) yang sangat indah dan lengkap. Pada bahagian awal, tengah dan terakhir memiliki ragam hias (iluminasi) penuh di kedua halamannya. Iluminasi disetiap bahagian tersebut memiliki corak yang berbeda, walaupun masih menunjukkan karakteristik bentuk dan warna khas ke Acehan yaitu memiliki mahkota, tameh puntong dan taloe meuputa, serta warna yang ditonjolkan mendominasi hitam, merah dan kuning, sebagai warna lambang Kerajaan Aceh Darussalam. Menurut peneliti Mushaf Al-Qur'an Nusantara, Ali Akhbar, MA, dalam tulisannya Gaya Iluminasi khas Al Qur'an Aceh, bahwa gaya Mushaf Al-Qur'an Aceh memiliki gaya khas tersendiri yang cukup indah, biasanya mudah di identifikasikan dengan jelas pola dasar, motif hiasan, dan pewarnaannya. Iluminasi khas ini terdapat dibagian awal, tengah dan akhir Al-Qur'an. Iluminasi didua halaman simetris di awal Al-Qur'an berisi surah Al Fatihah dan awal Surah Al Baqarah. Tradisi pemberian iluminasi dibagian ini merupakan bagian dari tradisi penting penyalinan Al-Qur'an di Dunia Islam.
Hasil dari identifikasi awal beberapa Koleksi Mushaf Al-Qur'an Kuno milik pribadi penulis menguraikan dalam setiap baris teks terdiri dari 15 baris, kecuali dihalaman yang dipenuhi iluminasi dan pada surah Yusuf yang ditutup dengan bentuk kerucut segi tiga ke bawah berturut-turut dua kali. Sesuatu yang sangat jarang ditemui didunia pernaskahan ciri khas tradisi Mushaf Al-Qur'an Aceh. Kemudian disegi teknologi kertas sebagai alas medianya sebuah Mushaf, Aceh sangat terdepan pada era nya menggunakan kertas impor dari Eropah, jika diterawang maka akan diperoleh watermark. (cap air) bulan sabit bersusun tiga yang berasal dari Vinice (Italia) dicetak pada tahun 1696 Masehi, sungguh luar biasa. !! Apa yang penulis sajikan diatas, mengingatkan kepada kita semua, selaku anak cucu para leluhur Intelektual dan Cendikiawan yang sangat genius pada masanya, untuk kita renungkan, kita hayati disanubari yang maha terdalam bahwa kita sekarang sangat ketinggalan diberbagai aspek kehidupan baik ber-agama, ber-bangsa dan ber-negara. Intelektualitas keilmuan orang-orang terdahulu menunjukkan cerminan kepada cucu-Nya dizaman gila ini bahwa keilmuan Agama, berbangsa dan ber-Negara adalah modal utama untuk memajukan Negeri dengan Cahaya Islam didalamnya. Dan Tulisan diatas juga kita buktikan bahwa dari zaman keemasan kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang berkembang di Aceh, Aceh gudang cendikiawan muslim sejati, Aceh sangat jelas identitas kehidupannya. Dalam hati sanubari kita semua yang setuju kita sangat jauh ketinggalam keilmuannya terbetik sebuah harapan, semoga sajian ini dapat melahirkan suatu kesadaran akan pentingnya kita menjaga, merawat dan melestarikan pusaka bangsa yang tak akan tergantikan ini. Semoga. !!!
0 Komentar